Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih
dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang
bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa
Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan
keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan
sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir
bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Upacara Daur Hidup Manusia
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih
dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang
bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa
Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan
keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan
sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir
bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Upacara Daur Hidup Manusia
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu
mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan
ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya
tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh
bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan
jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini
untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini
biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat
Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil ,
dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan.
Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin
seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai
bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada
guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini
dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti
belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari
tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi
yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti
keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis.
Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan
keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke
tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual
rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan
mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah
dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya
membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga,
dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga.
Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat
tingkeban.
2. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan
bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang
dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara
ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat
kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta
nasi tumpeng atau makanan lainnya.
3. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih
dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan
juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau
kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua
itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh
indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada
kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan
yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil
dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah
mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan
dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang
dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang
sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau
menghanyutkannya ke sungai.
Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya
dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam,
asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara
melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi,
biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat
rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan
tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan
kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu
dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara
pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang
yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali
di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai
dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya
ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi
kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi
yang tiba-tiba dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali
pusat yang sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut
kundang . Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah
dibungkus kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat
bayi tidak dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan
sekaligus dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat,
dan disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang
harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi
ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan
kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan
kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara
dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan
saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4. Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak
kandung”. Upacara Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan,
atau ungkapan rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan
mengharapkan anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua
orang tuanya nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya
diselenggarakan setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga
setelah 21 hari. Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing
untuk disembelih, jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang
tidak mampu cukup seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang
memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya
atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan
kepada handai tolan.
5. Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah,
maksudnya mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa
bayi itu sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara
Nurun keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada
pelaksanaannya biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai
hiburannya diadakan pohon tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan,
permainan anak-anak yang diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para
tamu terutama oleh anak-anak.
6. Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari
segala macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan
syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang
anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat
bayi berumur 40 hari.
Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai
perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi
perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi.
Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban
atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa
yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan
itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat
itu.
7. Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke
tanah, diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak
atau melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui
keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah
akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain
aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak
putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang
terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat,
setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah telah
dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain
putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang,
hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu
dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para
undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu
memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang
dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha.
Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan
menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara
Gusaran ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak
bertambah cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah
berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk
di antara para undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi
Muhammad SAW. Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak
perempuan itu, setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer
(dinasihati melalui syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan
makan-makan. Biasanya dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu
melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih
cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari
najis . Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan
salah satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan
diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak
malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak
usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para
tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau
direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi
berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke
halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang
menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada
yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela,
petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat
dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu
para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka
memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat
melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan
seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum
akad nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah
1. Upacara sebelum akad nikah
pada upacara ini biasanya dilaksanakan adat :
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis
untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan
dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk
meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai
rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar
memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau
pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya
disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan
disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon
mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh
para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga
barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan
wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin
pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula
yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta
mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang
menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin
dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua,
benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang,
mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung
makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh
dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan
cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar
bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau
akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan
tersebut adalah: adanya keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan,
harus ada wali nikah yaitu ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang
sah, ada ijab kabul, ada saksi dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan
akad nikah adalah seorang Penghulu atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan
Agama.
Upacara akad nikah biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita.
Adapun pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang
tua kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan
kirinya didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang
mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu.
Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai
pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik
selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan
menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari
mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua
mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor
yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek
(lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada
pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran),
upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada
kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan
olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang
ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua
mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai
mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya, hidup
rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer
kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan
seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang,
sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun
poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan
batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya
lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang,
lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu
pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung
dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarkan
pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog,
mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar,
hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum
mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk
meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka
dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan
dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di
sebelah kiri pria, di depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning
dan bakakak ayam (panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula
bakakak ayam dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi
dua. Siapa yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki
besar diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi.
Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas,
dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan
diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para
undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai
berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan
mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah
swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan
diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya
tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di
rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna
(tiga harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya),
natus (seratus hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya)
sumber :https://salangit.wordpress.com/adat-istiadat-3/upacara-adat-sunda/
http://nanpunya.wordpress.com